Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Gas selalu menjadi polemik yang tidak pernah terhenti di lingkungan masyarakat, ujung-ujungnya “mempersalahkan” Pertamina, karena hanya itu yang masyarakat tau.
Untuk itu perlu kiranya masyarakat diberikan pencerahan kalau asumsi tersebut sebenarnya saat kurang tepat, karena kebijakan menyangkut BBM dan Gas bukan kewenangan mutlak Pertamina, tapi kewenangan Mutlak BPH-MIGAS, dan dikendalikan Mentri ESDM, sementara Pertamina hanya bagian penyaluran untuk masyarakat, melalui berbagai keagenan.
Kebijakan BPH migas tersebut juga meliputi bagaimana menggunakan aplikasi untuk dalam pembelian BBM bersubsidi, yang menjadi dilematis bagi masyarakat belum memahami digital, ujung-ujungnya Pertamina juga disalahkan, padahal itu programnya BPH MIGAS, bukan kewenangan Pertamina.
Berbagi aturan yang mengatakan kalau kewenangan mutlak pengaturan penyaluran dan pembagian BBM dan Gas ke berbagai daerah di Indonesia milik BPH MIGAS tertuang diberbagai aturan, dan untuk Pertamina diberikan kewenangan hanya untuk menyalurkan, sesuai quota yang ditentukan BPH Migas.
Berikut berbagai aturan yang menerangkan kewenangan mutlak BBM dan Gas ada ada pada BPH MIGAS, bisa dilihat berdasarkan keputusan di bawah ini:
1.Undang-undang Nomor 44 Prp Tahun 1960 tentang
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (LN Tahun 1960 Nomor
133, TLN Nomor 2070);
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (LN Tahun 1971
Nomor 76, TLN Nomor 2971);
3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah (LN Tahun 1999 Nomor 60, TLN Nomor 3839);
4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (LN Tahun
1999 Nomor 72, TLN Nomor 3848);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1973 tentang
Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang
Pertambangan (LN Tahun 1973 Nomor 25, TLN Nomor 3003);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1974 tentang
Pengawasan Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak
dan Gas Bumi di Daerah Lepas Pantai (LN Tahun 1974 Nomor
20, TLN Nomor 3031);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1979 tentang
Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak
dan Gas Bumi (LN Tahun 1979 Nomor 18, TLN Nomor 3135);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1985 tentang Barang
Yang Digunakan Untuk Operasi Pertambangan Minyak dan Gas
Bumi (LN Tahun 1985 Nomor 67, TLN Nomor 3311);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1994 tentang Pedoman dan Syarat-syarat Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi (LN
Tahun 1994 Nomor 64, TLN Nomor 3571);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai
Daerah Otonom (LN Tahun 2000 Nomor 54, TLN Nomor 3952);
11. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1988 tanggal 22 Juni
1988 tentang Penyediaan dan Pelayanan Pelumas.
12. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000 tanggal 23
Agustus 2000 tentang Pembentukan Kabinet Periode Tahun
2000 sampai dengan 2004.
13. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1748
Tahun 1992 tanggal 31 Desember 1992 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Pertambangan dan Energi sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Menteri Pertambangan dan
Energi Nomor 169 Tahun 1998 tanggal 17 Pebruari 1998
tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Listrik
dan Pengembangan Energi.
Dengan sudah mempelajari berbagai keputusan, maka masyarakat diminta agar jangan mempermasalahkan lagi Pertamina, karena itu bukan kewenangannya, melainkan kewenangan mutlak BPH-MIGAS, dan pengusulan untuk penambahan quota kebutuhan berdasarkan pengajuan kepala daerah, baik Gubernur, Bupati Dan walikota, melalui Dinas ESDM nya, atau badan lainnya agar bisa memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap BBM dan Gas.
“Intinya Jangan Salahkan lagi Pertamina, KEWENANGAN ada pada BPH-MIGAS”
Penulis:
Pengamat Sosial Kemasyarakatan