Dunia Olahraga dan Euforia Generasi Muda Tanah Air

oleh -1026 Dilihat

Kemenangan Indonesia atas Korea Selatan melalui adu pinalti pada laga perempat final Piala Asia U-23 Qatar, Jumat (26/4) memberikan euforia ke seluruh pelosok tanah air. Kegemilangan timnas Garuda Muda pada laga yang awalnya berjalan dengan skor 2-2 itu, tidak hanya memberikan peluang Indonesia untuk mendapatkan tiket menuju Olimpiade Paris tahun ini saja, tapi juga menumbuhkan harapan bagi negara ini untuk bisa memperoleh predikat juara Piala Asia U-23 untuk pertama kalinya.

 

Pelatih asal Korea Selatan, Shin Tae Young sejauh ini berhasil mengubah mentalitas maupun corak permainan Pratama Arhan dkk. Bukan hanya bagi timnas sendiri. Namun kemenangan yang didapatkan juga menular ke seluruh masyarakat Indonesia. Mulai dari yang ada di tanah air. Dan juga yang bermukim di Qatar yang merupakan tuan rumah pada helat tahun ini.

 

Dari semua hal menggembirakan yang hadir seiring event Piala Asia U-23 ini, tumbuhnya kembali antusiasme dan ketertarikan generasi muda dalam mengikuti sepak terjang olahraga sepak bola yang memang sangat digemari berbagai kalangan menjadi hal yang spesial. Walaupun dalam beberapa bulan terakhir, selain sepak bola, olahraga bulu tangkis dan bola voli juga menghadirkan kejutan-kejutan yang membahagiakan.

 

Baik itu kemenangan Jonathan Christie dalam dua event bergengsi bulu tangkis All England 2024 serta moment all Indonesian final sektor tunggal putra di ajang tersebut. Kemudian disusul dengan kemenangannya pada ajang Badminton Asia Championship 2024. Belum lagi kehadiran Megawati pemain potensial Indonesia dari olahraga bola voli yang semakin mencerahkan dunia olahraga tanah air.

 

Kehadiran atlet-atlet muda tersebut bukan hanya membuktikan bahwa Indonesia masih mampu menghasilkan generasi mumpuni dalam bidang olahraga yang memiliki rasa percaya diri dan mentalitas juara. Akan tetapi juga perlu disadari bahwa pertumbuhan dan perkembangan kehidupan kebangsaan tidak hanya tumbuh di atas kehidupan politik, ekonomi maupun pendidikan saja. Tapi juga termasuk di dalamnya bidang olahraga. Sebab pencapaian dalam dunia olahraga dalam cabang apapun itu akan selalu dapat menempa dan membentuk atlet (yang menggelutinya) menjadi insan dengan fisik dan karakter diri yang kuat, cerdas dan memegang nilai-nilai sportivitas yang diajarkan di dalamnya. Generasi muda seharusnya sebisa mungkin dikenalkan dan didekatkan dengan dunia olahraga apapun jenisnya itu. Mengingat energi berlebih, rasa ingin tahu dan jiwa berkompetisi memang bersemayam dalam jiwa generasi muda itu sendiri.

 

Penulis sendiri masih ingat ketika usia kanak-kanak dan remaja (era tahun 90 hingga 2000-an) televisi maupun radio secara rutin menayangkan berbagai pertandingan olahraga. Sebut saja bulu tangkis, renang, sepak bola, catur, dsb. Hari Sabtu dan minggu menjadi waktu rehat dan digunakan untuk menikmati sajian olahraga yang saat itu memang sangat bagus dan bervariasi. Momen-momen penting seperti PON, Olimpiade, hingga Piala Dunia selalu menjadi tontonan yang ditunggu-tunggu.

 

Jadwal atau informasi pertandingan pun telah dipublikasikan jauh-jauh hari dan dilakukan secara berulang oleh berbagai stasiun televisi. Tayangan-tayangan olahraga yang disiarkan hampir oleh seluruh stasiun televisi itu juga semakin meningkatkan euforia untuk menyaksikan atlet bumi pertiwi bertanding.

 

Terlepas dari apapun hasil yang mereka capai, harapan dan doa selalu terselip di wajah-wajah pemirsa dan pendengar yang mengikuti event-event tersebut. Menonton di rumah bersama keluarga tercinta ataupun berkumpul bersama tetangga menjadi pemandangan biasa kala itu. Sorak sorai maupun riuh rendah suara kala para atlet memenangkan pertandingan ataupun wajah lesu saat mereka kalah selalu menjadi sesuatu yang patut dikenang.

 

Pada masa itu berbeda dengan saat ini cabang bulutangkis lebih banyak mengukir prestasi dalam event nasional maupun internasional. Serta relatif lebih mendapatkan banyak perhatian dan liputan dari jurnalis dan khalayak. Saat itu nama-nama seperti Susi Susanti, Alan Budikusuma, Ricky Subagja/ Rexy Mainaki, Sigit Budiarto/ Candra Wijaya, Mia Audina hingga nama-nama atlet bulutangkis lainnya memang lebih menonjol. Bahkan berkat kemenangan demi kemenangan yang mereka torehkan saat itu banyak masyarakat yang terkena demam bulutangkis. Tak terkecuali penulis beserta sanak keluarga.

 

Di rumah-rumah, jalanan, hingga lapangan di kompleks perumahan akan dengan mudah kita lihat dan temui pertandingan-pertandingan bulutangkis antar warga. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa “turun ke lapangan” untuk bertanding. Meskipun secara kemampuan masih kalah jauh dibanding atlet nasional, tapi euforia kemenangan para atlet itu sanggup menggairahkan masyarakat untuk keluar rumah dan berolahraga secara gembira.

 

Catatan lainnya walaupun di masa itu cabang olahraga sepakbola tanah air belum mendapat sorotan utama seperti sekarang, karena televisi swasta di era itu lebih dominan menayangkan pertandingan sepakbola luar negeri. Seperti Liga Inggris, Liga Italia, Liga Champions, Liga Eropa dll. Tetap saja penayangan berbagai kompetisi itu membawa hal baik bagi generasi muda tanah air.

 

Bahkan banyak di antara teman laki-laki penulis usia SD/ SMP yang mendaftarkan diri dan menjadi anggota klub sepakbola lokal yang saat itu sedang menjamur. Belum lagi ditambah dengan rasa bangga mereka mengenakan jersey pemain top dunia. Mulai dari David Beckham, Ryan Giggs, Ronaldo, Roberto Carlos, Alessandro Del Piero, Fhilippo Inzaghi, Zinedine Zidane, Paolo Maldini, Barthez, dan sederet nama pemain dunia lainnya.

 

Efek media massa yang kerap menayangkan event-event olahraga tersebut juga membawa dampak signifikan terhadap generasi muda tanah air khususnya. Pertandingan olahraga memberikan sumbangsih yang besar terhadap kesadaran berbangsa dan bernegara dalam bentuk rasa nasionalisme dan solidaritas. Kemudian menumbuhkan rasa percaya diri, sikap disiplin, pantang putus asa, menumbuhkan rasa hormat dan respek terhadap perjuangan para atlet yang bertanding, mengajarkan jiwa patriot untuk mengemban misi membanggakan negara serta bisa mengajarkan jiwa sportivitas untuk menerima setiap kemenangan maupun kekalahan yang diperoleh.

 

Sayangnya, di pertengahan tahun 2000-an siaran-siaran olahraga seperti itu semakin berkurang. Siaran televisi pun lebih dominan sinetron maupun acara hiburan yang seragam dan cenderung monoton. Generasi muda pun mulai berjarak dengan bidang olahraga yang memberikan banyak manfaat tersebut.

 

Maka apa yang terlihat hari ini, di mana dunia olahraga kembali mendapatkan sorotan yang layak, menjadi sebuah hal yang menggembirakan. Semoga tren ini bisa menjadi hal positif yang membantu dalam membentuk karakter generasi muda ke depannya. Sehingga generasi yang akan menjadi penentu kemajuan maupun kemunduran bangsa ini dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan tercela dan berbagai kejahatan yang ada. Sebut saja seperti kecanduan narkoba, bullying, tindakan kriminal, hingga penyalahgunaan teknologi dan aplikasi yang ada di internet (menonton video porno, judi online, game online) seperti yang banyak diberitakan akhir-akhir ini.

 

Harapan dan doa tentunya juga tertumpang kepada timnas Garuda Muda, semoga perjalanan di Piala Asia U-23 tahun ini bisa mencapai puncaknya. Doa seluruh rakyat Indonesia agar Rizki Ridho dkk mampu meraih kemenangan yang gilang gemilang.

 

(Ade Faulina. Penulis saat ini tinggal di Padang dapat dihubungi melalui email adefaulina@yahoo.com)