Tanah Datar – Terasa berada di keorisinilan Minangkabau tatkala menengok Kapalo Koto Jorong Gurun Luhak Nan Tuo (Tanah Datar) di hari-hari tertentu.
Di Medan Bapaneh dengan landscape rumah adat Minang, generasi milenial asik memainkan seni tradisi asli Minangkabau.
Kapalo Koto yang dikenal dengan angin Kapalo Koto berada di perbatasan Jorong Gurun dan Jorong Ampalu, yang batasnya ditandai dengan Batu Kasek, Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar. Sejak dulu, Kapalo Koto dikenal sebagai penjaga Luhak Nan Tuo.
Geografis Kapalo Koto adalah angin berhembus dengan suhu yang adem sejuk, plus pemandangan alam pesawahan yang luas.
“Kapalo Koto ini uihhh, view yang paling yahud di seantero Luhak Nan Tuo. Mata kita piknik langsung melihat Gunung Marapi yang berdiri menjulang seperti gonjong rumah gadang, apalagi ditemani kopi Mak Bang,” ujar Tokoh Budaya Sumbar yang pemegang brevet akademis Doktor Pariwisata, H. Febby Dt Bangso, Sabtu (1 Februari 2025).
Febby, putra asli Gurun Sungai Tarab, sejak dua tahun lalu meretas Festival Budaya dan Seni Kapalo Koto yang pada tahun 2025 baru saja selesai digelar bulan Januari. Festival ini mengelaborasi lomba menari, musik, dan menyanyi lagu Minang se-Kecamatan Sungai Tarab.
Hebatnya, Dt Febby menggelar event kolosal secara mandiri tanpa bantuan bupati.
“Biarlah mandiri untuk tradisi ranah tacinto ini, sehingga banyak pemerhati budaya menyebut Festival Kepala Koto menjadi tren baru simbol kebangkitan kreativitas dan pelestarian budaya,” ujar Dr. H. Febby Dt Bangso, Sst.Par, M.Par.
Tokoh Budaya ini ternyata expert pariwisata Sumatera Barat dan juga Penerima KNPI Award, PMII Award, dan GP Ansor Award. Klop, Febby juga berasal dari Gurun.
Dr. Febby mulai melakukan gerakan ini dengan nama dan tagar #jagoluhaknantuo. Sudah dimulai sejak November 2024, kegiatan rutin belajar silat dilakukan setiap hari Senin, pasambahan setiap Rabu, dan belajar musik tradisional serta tari Minang setiap hari Minggu.
“Ini tidak hanya memberikan ruang kreativitas bagi anak-anak setempat, tapi juga bisa menjadi daya tarik tersendiri untuk ekosistem pariwisata ‘Life Experience di Ranah Minang’ atau culture trip. Wisatawan bisa belajar silek tuo dan juga merasakan pengalaman demokrasi ota lapau dan arsitektur tour, bagaimana pembangunan rumah gadang yang unik dan surau tuo, serta berbagi pengalaman tukang tuo yang makin hari mulai terkikis waktu. Di samping itu, Kapalo Koto akan dilengkapi dengan tanaman obat dan ramuan Minangkabau. Kami juga menyiapkan sanggar tari sekaligus Pokdarwis Kapalo Koto di Medan Bapaneh Maha Karya sebagai ekosistem dan pemberdayaan masyarakat,” ujar Febby yang Alumni PPRA LXIII Lemhanas RI itu.
Dt. Febby berharap bahwa Tanah Datar sebagai Luhak Nan Tuo tidak hanya menjadi jantungnya Minangkabau, tapi Luhak Nan Tuo bisa menjadi Pusat Pengembangan Budaya Melayu di Asia (Brunei, Singapura, Malaysia, dan Patani).
“Dan ini momentum untuk pemerintahan baru Kabupaten Tanah Datar untuk memiliki OPD Dinas Kebudayaan sendiri, tidak dicampur dengan dinas lainnya. Supaya posisi Tanah Datar sebagai Luhak Nan Tuo berada tepat pada orbitnya. Apalagi Batusangkar juga dikenal sebagai kota budaya, belum lagi situs-situs Cagar Budaya yang tersebar di seluruh Tanah Datar. Pemkab harus fokus mengurus ini dan mengeksplorasi warisan budaya agar pariwisata Tanah Datar menjadi tuan di rumahnya sendiri, bukan tampek lalu saja. Ini waktunya Kabupaten Tanah Datar menjadi terdepan dalam kebudayaan di Sumatera Barat,” ujar Dt. Febby. (***)