Kopi Bahar DT. Manti Sulaiman, Warisan Delapan Puluh Delapan Tahun dari Lakitan

oleh -238 Dilihat
oleh

Pessel,Kliksiar—Dari dapur kecil di Kampung Lakitan, Seberang Tarok, Lengayang, aroma kopi kampung menyeruak setiap pagi. Bukan dari pabrik besar, melainkan dari tangan-tangan cekatan pewaris tradisi yang telah bertahan delapan puluh delapan tahun lamanya. Namanya: Kopi Bahar DT. Manti Sulaiman.

Dikelola secara turun-temurun, kini usaha rumahan itu diteruskan oleh Dedi. Ia meracik bubuk kopi dari biji kampung pilihan, tanpa mesin besar, tanpa resep pabrikan. Hanya kepercayaan keluarga, cara simpan bersuhu ruang, dan rasa yang disaring waktu. Sudah dua puluh lima tahun ia menjaga warisan itu.

Produksi tak muluk. Tiga sampai empat kilogram bubuk kopi per hari. Kadang hanya dua. Namun wangi kopinya telah singgah di warung-warung rakyat, pasar, hingga kedai-kedai kecil di pelosok Kecamatan Lengayang dan sekitarnya.

Menurut Dedi, cita rasa harum dan nikmat lahir dari keaslian dan proses yang jujur. Tanpa tambahan kimia, tanpa pengawet. Kopi itu disangrai pelan, ditumbuk penuh kesabaran, dikemas dalam semangat menjaga warisan.

Kini Dedi mulai membuka babak baru. Ia tengah mengurus sertifikasi halal dan merancang merek dagang. Katanya, baru kali ini terpikir untuk mengelola secara profesional. Kopi ini telah jadi bagian dari hidup, dan ia ingin menjadikannya bagian dari sejarah Pesisir Selatan.

Tak banyak bicara besar, tak ada jargon bisnis. Hanya satu tekad: menjaga rasa agar tetap tinggal di lidah, dan menjaga kisah agar tak hilang oleh zaman. (***)