PADANG,KLIKSIAR— Ia bukan sekadar birokrat. Ia adalah pamong sejati. Dan kini, jejak panjang pengabdian H. Zainal Bakar, SH akan diabadikan dalam sebuah buku otobiografi yang diluncurkan oleh Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) Sumatera Barat.
Buku berjudul “Zainal Bakar, Menapak dari Bawah Melangkah Hingga Puncak” akan diluncurkan Rabu, 3 September 2025 di Auditorium Gubernuran Sumbar, Jalan Sudirman Padang. Sebuah penghormatan bagi sosok yang meniti karier dari akar birokrasi hingga menjadi Gubernur Sumatera Barat periode 2000–2005.
Peluncuran ini menjadi bagian dari rangkaian HUT ke-63 PWRI. Sebelumnya, PWRI telah menggelar anjangsana ke Panti Sosial Sayang Ibu Batusangkar dan peringatan HUT di Aula Kantor Gubernur Sumbar. Tapi peluncuran buku ini adalah puncaknya sebuah refleksi atas perjalanan panjang seorang pamong yang tak pernah meninggalkan prinsip.
Ketua PWRI Sumbar, Drs. Syafrizal Ucok, MM Dt. Nan Batuah, menyebut Zainal Bakar sebagai figur yang layak dijadikan panutan. Ia memulai dari bawah, dari Kepala Biro Pemerintahan Sekwilda Agam tahun 1968, hingga menjadi Gubernur. Kegigihan dan sikap merakyatnya adalah warisan yang patut diteladani.
Buku ini lahir atas persetujuan dan dukungan keluarga, terutama putra sulung almarhum, Prof. Dr. Ir. Is Prima Nanda, ST., MT Dekan Fakultas Teknik Universitas Andalas yang juga dikenal sebagai Rangkayo Ganto Suaro.
Acara peluncuran direncanakan dihadiri oleh Gubernur Sumbar Buya Mahyeldi, para bupati dan walikota, rektor perguruan tinggi, kepala OPD, tokoh pamong senior, pimpinan ormas, dan jajaran PWRI se-Sumatera Barat. Tapi yang paling ditunggu adalah sesi bedah buku.
Tiga tokoh nasional akan membedah isi buku: Jenderal (Purn) Agum Gumelar, mantan Ketua DPD RI Irman Gusman, MBA, dan akademisi Prof. Dr. Fachri Ahmad, M.Sc. Sementara penanggapnya tak kalah berkelas: Prof. Dr. Elwi Danil, SH., MH., Prof. Dr. Insannul Kamil, Ph.D., Syofyan, SH. Dt. Bijo, dan H. Masful.
Zainal Bakar lahir di Pariaman, 6 Agustus 1940. Alumni Fakultas Hukum Unand ini dikenal sebagai birokrat yang tak pernah melupakan akar. Ia menikah dengan Zuarna Azzaino (Uncu Ana) dan dikaruniai tujuh anak, termasuk Is Prima Nanda yang kini meneruskan jejak intelektual sang ayah.
Dari Kepala Biro hingga Gubernur, dari Agam ke Padang Pariaman, dari Sekwilda ke puncak pemerintahan provinsi Zainal Bakar adalah bukti bahwa integritas dan kesetiaan pada prinsip bisa membawa seseorang ke tempat tertinggi, tanpa harus meninggalkan kerendahan hati.
Dan pada 3 September nanti, Sumatera Barat akan mengenang bukan hanya seorang pemimpin, tapi seorang pamong yang menapak pelan, tapi pasti. (***)