Rotasi Kajati Sumbar: Publik Mendesak Kejaksaan Tuntaskan Kasus Korupsi PT BIP yang Mandek

oleh -67 Dilihat
oleh

PADANG,KLIKSIAR_ Pergantian pucuk pimpinan Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat menjadi sorotan tajam publik. Jaksa Agung ST Burhanuddin resmi menunjuk Muhibuddin sebagai Kepala Kejati Sumbar yang baru, menggantikan pejabat sebelumnya. Rotasi ini tertuang dalam Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor 854 Tahun 2025, bagian dari penyegaran organisasi yang melibatkan 73 pejabat kejaksaan di seluruh Indonesia.

Namun, di balik seremoni mutasi jabatan, masyarakat Sumbar menaruh harapan besar: penuntasan kasus korupsi yang selama ini terkesan jalan di tempat. Salah satu yang paling disorot adalah perkara dugaan korupsi Kredit Modal Kerja (KMK) PT Benal Ichsan Persada (PT BIP), yang disebut-sebut melibatkan anggota DPRD Sumbar berinisial BSN.

“Sudah terlalu lama kasus ini menggantung. Kami ingin Kejaksaan menunjukkan keberanian dan integritasnya,” ujar Toni, warga Padang, Minggu (19/10/2025).

Kasus PT BIP sendiri telah memasuki tahap penyidikan sejak 27 Juni 2024, berdasarkan SPRINT-01/L.3.10/Fd.1/06/2024. Kepala Kejari Padang, Aliansyah, sempat menyampaikan bahwa sejumlah saksi telah diperiksa, termasuk BSN dan mantan istrinya, RM. Bahkan, saksi dari bank nasional cabang Riau turut dimintai keterangan.

Namun, hingga kini, belum ada penetapan tersangka. Kejaksaan berdalih masih menunggu hasil audit kerugian negara dari BPKP. Alasan ini memicu kecurigaan publik. “Jika sudah masuk tahap penyidikan, bukankah itu berarti sudah ada indikasi kerugian negara?” ujar seorang aktivis hukum yang enggan disebutkan namanya.

Kekhawatiran akan adanya upaya menutup-nutupi kasus pun mengemuka. Beberapa pihak bahkan mempertimbangkan untuk melaporkan kinerja Kejaksaan jika terbukti ada kelalaian atau kesengajaan dalam penanganan perkara.

Jaksa Agung ST Burhanuddin sebelumnya telah mengeluarkan pernyataan keras terkait kinerja jaksa daerah. Dalam wawancara dengan detikcom di program Jejak Pradana, Kamis (16/10/2025), ia menegaskan bahwa jaksa yang gagal mengungkap kasus korupsi tidak layak disebut berprestasi.

“Kalau daerah tidak bisa mengungkap kasus korupsi, berarti jaksanya tidak berprestasi. Itu bisa merugikan lembaga,” tegas Burhanuddin.

Ia juga menekankan bahwa seluruh jaksa memiliki latar belakang pendidikan yang sama, sehingga tidak ada alasan untuk perbedaan kemampuan dalam mengungkap kasus.

Kini, publik menanti langkah konkret dari Kajati baru, Muhibuddin. Apakah ia akan menjawab harapan masyarakat dengan menuntaskan kasus PT BIP secara transparan dan tanpa tebang pilih? Ataukah pergantian ini hanya menjadi formalitas belaka?

Presiden RI telah menegaskan komitmen pemberantasan korupsi. Maka, sudah seharusnya Kejaksaan menjadikan kasus PT BIP sebagai ujian integritas dan kredibilitas institusi penegak hukum. (***)