*NABIRE* – Setelah sekian lama menjadi buronan, Kamenak Gire alias Tandangan Kogoya akhirnya harus menghadapi babak baru dalam hidupnya. Tersangka kasus pembunuhan anggota Satgas Mandala IV di Kali Mawar, Distrik Ilu, Kabupaten Puncak Jaya, resmi diserahkan ke Kejaksaan Negeri Nabire pada Rabu (19/3). Proses serah terima ini menandai langkah penting dalam penegakan hukum di Papua.
Di Kantor Kejaksaan Negeri Nabire, suasana terasa tegang namun penuh kepastian. Kepala Operasi Damai Cartenz-2025, Brigjen Pol. Dr. Faizal Ramadhani, didampingi Wakaops Kombes Pol. Adarma Sinaga, memimpin langsung proses penyerahan tersangka yang sebelumnya berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Kamenak Gire dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, subsidair Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” ujar Brigjen Faizal dengan nada tegas.
*Penangkapan Tanpa Perlawanan*
Kamenak Gire ditangkap tanpa perlawanan pada 17 Desember 2024 di Puncak Jaya. Penangkapan ini menjadi hasil kerja keras tim Ditreskrimum Polda Papua dan Satgas Ops Damai Cartenz-2025. Setelah melalui proses penyidikan yang panjang, tersangka akhirnya diserahkan bersama barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Nabire.
Kasatgas Humas Operasi Damai Cartenz-2025, Kombes Pol. Yusuf Sutejo, menegaskan bahwa langkah ini adalah wujud nyata komitmen aparat dalam menegakkan hukum. “Ini adalah bagian dari upaya menegakkan keadilan agar pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum,” katanya.
*Komitmen pada Stabilitas Papua*
Penyerahan Kamenak Gire bukan sekadar proses hukum biasa. Ini adalah pesan kuat bahwa hukum tetap menjadi panglima di tengah kompleksitas situasi Papua. Satgas Ops Damai Cartenz-2025 berkomitmen untuk terus menciptakan keamanan dan ketertiban di wilayah ini.
“Kami akan menindak tegas para pelaku kejahatan demi memastikan stabilitas dan rasa aman bagi masyarakat Papua,” tambah Kombes Yusuf.
Kini, Kamenak Gire akan menjalani proses penahanan sebagai tahanan JPU di Kejari Nabire. Perjalanan panjangnya sebagai buronan telah berakhir, namun perjalanan hukumnya baru saja dimulai. Di balik jeruji, ia harus menghadapi konsekuensi dari perbuatannya, sekaligus menjadi simbol bahwa keadilan, meski lambat, akan selalu menemukan jalannya.
Papua, dengan segala tantangannya, terus bergerak maju. Dan di tengah dinamika itu, hukum tetap menjadi fondasi yang tak tergoyahkan. (***)