Padang – Ketua DPRD Sumatera Barat, Drs. H. Muhidi, angkat bicara terkait demonstrasi mahasiswa yang berlangsung di depan kantor Polda Sumbar pada Senin (21/4). Dalam pernyataannya, Muhidi menegaskan bahwa demonstrasi adalah hak konstitusional setiap warga negara, namun harus dilakukan dengan menjunjung tinggi etika dan dialog sebagai landasan utama.
“Undang-Undang memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi, tetapi harus tetap memperhatikan etika dan moral. Apalagi di Sumatera Barat, kita memiliki falsafah _Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah_ . Ini mengajarkan kita untuk saling menghargai dalam setiap tindakan,” ujar Muhidi, Kamis (24/4).
Muhidi juga menyoroti pentingnya kejelasan tema dan tujuan dalam setiap aksi demonstrasi. Menurutnya, mahasiswa sebagai generasi muda harus mampu merumuskan tuntutan yang spesifik dan relevan agar aspirasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh pihak terkait. Ia menambahkan bahwa dialog adalah jembatan yang efektif untuk menyampaikan gagasan dan mencari solusi bersama.
“Kapolda Sumbar telah mengajak dialog kepada peserta demo, namun sayangnya ajakan tersebut ditolak. Padahal, dialog adalah kesempatan emas untuk menyampaikan aspirasi secara langsung dan konstruktif,” ungkapnya.
Dalam pesannya kepada mahasiswa, Muhidi mengingatkan bahwa DPRD selalu terbuka untuk menampung aspirasi masyarakat. Namun, ia menekankan pentingnya penyampaian aspirasi yang terstruktur dan jelas agar dapat ditindaklanjuti sesuai dengan fungsi DPRD.
“Silakan menyampaikan aspirasi. Kami di DPRD siap mendengar dan menindaklanjuti, tetapi pastikan apa yang disampaikan memiliki kejelasan sehingga kebijakan yang diambil dapat tepat sasaran,” tegas Muhidi.
Lebih lanjut, ia mengimbau para pemuda dan mahasiswa untuk menjaga etika, moral, serta ketertiban umum dalam setiap aksi yang dilakukan. Demonstrasi, menurutnya, bukan hanya soal menyuarakan pendapat, tetapi juga mencerminkan kedewasaan dalam berperilaku.
“Etika dan moral adalah cerminan dari nilai-nilai yang kita junjung tinggi di Sumatera Barat. Mari kita jadikan aspirasi sebagai jalan menuju perubahan yang lebih baik, tanpa melupakan tata krama dan ketertiban,” tutup Muhidi.
Pernyataan ini diharapkan dapat menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa penyampaian aspirasi, meskipun merupakan hak, tetap harus dilakukan dengan cara yang bermartabat dan berlandaskan dialog yang membangun. Dengan demikian, aspirasi yang disampaikan tidak hanya didengar, tetapi juga dapat menghasilkan solusi yang nyata. (***)