oleh: Novrianto
Ketua FWP-SB
Sudah enam bulan berlalu sejak kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit modal kerja dan bank garansi distribusi semen oleh Bank Negara Indonesia (BNI) terhadap PT Benal Ichsan Persada mulai diselidiki, namun hingga kini belum ada kepastian.
Presiden RI Prabowo Subianto telah menegaskan pentingnya memberantas korupsi yang merugikan keuangan negara. Namun, meski penyidikan kasus dugaan korupsi senilai Rp34 miliar ini telah berjalan selama enam bulan berdasarkan surat perintah Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Padang dengan nomor SPRINT-01/L.3.10/Fd.1/06/2024, tanggal 27 Juni 2024, pihak Kejaksaan terkesan memperlambat proses dan menutupi perkembangannya.
Kepala Kejaksaan Negeri Padang, Aliansyah, menyatakan bahwa kasus ini masih dalam tahap penyidikan. Namun, hingga kini belum ada penetapan tersangka meski saksi-saksi sudah dihadirkan. Beberapa saksi dari pihak bank nasional dan cabang di Riau telah dimintai keterangan, termasuk BSN yang juga anggota DPRD Sumbar, serta RM, mantan istri BSN.
Terakhir, Kajari Padang menyatakan bahwa mereka menunggu hasil pemeriksaan BPK terhadap kerugian negara. Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa masih ada alasan menunggu hasil pemeriksaan BPK jika kerugian negara sudah jelas terlihat dalam proses hukum dari tingkat penyelidikan menuju penyidikan?
Proses penyelidikan dan penyidikan seharusnya ditandai dengan adanya bukti permulaan yang cukup. Penyelidikan merupakan tahap awal untuk mengumpulkan informasi dan bukti awal terkait dugaan tindak pidana, sedangkan penyidikan adalah tahap lanjutan untuk mengumpulkan bukti-bukti yang lebih mendalam.
Masyarakat berharap agar tersangka kasus dugaan korupsi PT Benal Ichsan Persada segera ditetapkan tanpa ada tebang pilih. Ini adalah tekad besar Presiden RI, dan pihak Kejaksaan harus menjaga kredibilitasnya dengan tidak menutupi yang tidak perlu ditutupi. (***)