Sosialisasi Pencegahan Stunting di Kalangan Remaja; Universitas Andalas Gelar Edukasi di SMA N 1 Koto XI Tarusan

oleh -148 Dilihat

Pesisir Selatan, Kliksiar,— Universitas Andalas (Unand), melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), kembali mengadakan kegiatan sosialisasi yang berfokus pada pencegahan stunting di kalangan remaja. Kegiatan ini berlangsung di SMA N 1 Koto XI Tarusan. Kegiatan yang dilakukan Rabu, (17/10) ini dihadiri oleh 30 perwakilan siswa kelas 12, yang mewakili setiap kelas. Program ini merupakan kelanjutan dari kegiatan serupa yang telah dilaksanakan pada 16 Agustus 2024 lalu.

Acara dibuka dengan sambutan dari Wakil Kemahasiswaan, Damril, S.Pd. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan harapannya agar para siswa dapat memperoleh wawasan dan ilmu pengetahuan baru terkait pentingnya pencegahan stunting sejak dini. “Kami berharap dengan adanya kegiatan ini, para siswa tidak hanya sekadar tahu, tapi juga mampu mengimplementasikan informasi yang didapatkan dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Damril.

Setelah sambutan, acara dilanjutkan oleh MC yang memberikan gambaran singkat tentang rangkaian kegiatan hari itu. Dokumentasi pemberian plakat dari Fakultas Ilmu Komunikasi Unand kepada sekolah juga dilakukan sebagai simbolis dari kerjasama dan pengabdian masyarakat ini. Para mahasiswa yang terlibat dalam sosialisasi kemudian diperkenalkan kepada siswa-siswi SMA N 1 Koto XI Tarusan, diikuti dengan testimoni dari mahasiswa tentang pengalaman masuk ke Ilmu Komunikasi Unand, di mana beberapa mahasiswa berbagi cerita inspiratif untuk memotivasi para siswa.

Selanjutnya, sesi “ice breaking” dilakukan untuk mencairkan suasana sebelum materi utama tentang stunting disampaikan. Para siswa dibagi menjadi lima kelompok diskusi acak, di mana mereka kemudian melakukan focus group discussion (FGD) terkait pemahaman mereka tentang stunting. Salah satu hasil diskusi menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mengaku belum memiliki anggota keluarga yang mengalami stunting, namun mereka mengakui pentingnya upaya pencegahan sejak dini.

Dalam diskusi, beberapa siswa juga menyampaikan bahwa mereka sering mengonsumsi obat penambah darah yang diberikan oleh pemerintah dan mengikuti anjuran dari orang tua. Namun, ditemukan pula bahwa masih banyak di antara mereka yang tidak rutin sarapan dan lebih sering mengonsumsi makanan siap saji. “Kadang kami makan nggak terlalu mikirin, biasanya jajanan di luar aja,” ucap Rere, salah satu siswa yang berpartisipasi.

Salah satu temuan menarik dari kegiatan sosialisasi ini adalah adanya pengakuan dari para siswa terkait kebiasaan merokok yang sudah menjadi bagian dari budaya di sekolah. Seorang siswa bernama Febi, misalnya, mengaku telah merokok sejak awal masuk SMA. “Aku mulai ngerokok dari kelas 10 awal masuk sekolah,” ujar Febi.

Banyak siswa lainnya juga membenarkan pernyataan ini, mengungkapkan bahwa mereka sering nongkrong di kedai dan mini market di depan sekolah untuk merokok. Yang menarik, sekolah tidak memberikan larangan secara tegas jika merokok dilakukan di luar area sekolah. “Biasanya guru nggak ada larang kalau di kedai depan, cuma kalau di dalam sekolah baru dilarang,” tambah Adam, siswa lain yang ikut dalam diskusi.

Meskipun beberapa siswa menyadari bahwa merokok dapat berdampak buruk bagi kesehatan, namun tekanan sosial dan ajakan teman membuat mereka kesulitan untuk berhenti. “Beberapa kali kami sadar kalau merokok itu nggak baik, tapi karena ajakan teman-teman dan biar nggak ketinggalan, jadi ikut-ikutan aja,” kata Febi. Hal ini menjadi refleksi nyata tentang betapa sulitnya mengatasi pengaruh sosial yang mendorong perilaku merokok di kalangan remaja.

Lebih lanjut, dalam sesi materi dan diskusi, para pemateri menjelaskan hubungan langsung antara kebiasaan merokok di kalangan orang tua dan risiko stunting pada anak-anak. Data yang diungkapkan oleh mahasiswa KKN sebelumnya menunjukkan bahwa dari 42 anak stunting di Nagari Kapuh, Pesisir Selatan, seluruh ayah mereka adalah perokok aktif. Ini menjadi perhatian utama dalam kampanye pencegahan stunting, mengingat paparan asap rokok dapat mengurangi kualitas udara yang dihirup anak-anak, mengganggu perkembangan paru-paru, dan meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan.

Siswa-siswi yang terlibat dalam diskusi mulai memahami bahwa kebiasaan merokok bukan hanya berdampak pada diri mereka sendiri, tetapi juga dapat mempengaruhi kesehatan orang lain, terutama anak-anak yang rentan mengalami stunting. Mereka diajak untuk berpikir lebih jauh tentang dampak jangka panjang dari perilaku merokok, termasuk pada masa depan generasi selanjutnya.

Selain membahas tentang bahaya merokok, kegiatan sosialisasi ini juga fokus pada pentingnya asupan gizi seimbang bagi remaja, terutama bagi siswa-siswi SMA yang sedang berada pada masa pertumbuhan. Edukasi tentang stunting dan makanan bergizi disampaikan dengan metode komunikasi interpersonal antara pemateri dan para mahasiswa. Materi ini menekankan pentingnya mengonsumsi makanan yang kaya zat besi dan protein, seperti daging merah, ayam, ikan, kacang-kacangan, dan sayuran hijau.

Sebagian siswa mengaku bahwa mereka jarang sarapan sebelum berangkat sekolah, lebih memilih makanan siap saji yang mudah didapatkan di luar sekolah. Kebiasaan ini tentu menjadi perhatian dalam sosialisasi, karena sarapan yang sehat sangat penting untuk memenuhi kebutuhan energi harian, serta membantu mencegah masalah kesehatan seperti anemia, yang juga sering terjadi pada remaja putri.

Salah satu solusi yang ditawarkan dalam program ini adalah pemberian edukasi langsung mengenai pentingnya pola makan sehat dan bergizi. Pemerintah setempat juga telah mendistribusikan tablet tambah darah kepada siswa-siswi yang membutuhkan, sebagai upaya untuk mengurangi angka anemia di kalangan remaja putri. Meski demikian, para siswa diingatkan bahwa suplemen saja tidak cukup, dan perlu diimbangi dengan asupan gizi yang baik.

Sosialisasi yang dilakukan oleh Unand di SMA N 1 Koto XI Tarusan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif, tidak hanya dalam pencegahan stunting, tetapi juga dalam mengubah kebiasaan buruk, seperti merokok, yang masih banyak ditemui di kalangan remaja. Para siswa diharapkan dapat menjadi agen perubahan di lingkungannya masing-masing, mulai dari diri sendiri, keluarga, hingga komunitas sekitar.

“Aku juga sedih kalau lihat anak yang stunting,” ujar Febi, salah satu siswa yang awalnya mengaku perokok, namun mulai menyadari dampak buruk dari kebiasaan ini setelah mengikuti sosialisasi. Program seperti ini menunjukkan bahwa melalui edukasi yang tepat dan intervensi dini, generasi muda dapat berperan aktif dalam mewujudkan masa depan yang lebih sehat dan bebas dari stunting.(adh)