Genderang Pertarungan Pilgub Sumbar (Bag 3)

oleh -207 Dilihat

Sondri (Pemerhati dan Praktisi Politik)

Simulasi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur ideal untuk kepentingan daerah akan terjadi menjelang penetapan calon oleh partai dan selanjutnya didaftarkan ke KPU provinsi. Lembaga-lembaga surveipun akan melakukan simulasi uji elektabilitas calon secara individu dan berpasangan. Dalam simulasi pasangan calon biasanya lembaga-lembaga survei tidak terlalu memperhatikan nantinya pasangan calon gubernur dan wakil gubernur ini bisa terwujud dalam proses negosiasi politik di tingkat partai. Keputusan-keputusan finalpun biasanya diambil dan ditentukan di tingkat pusat atau DPP partai dan bahkan ketua umum partai sendiri. Ada banyak pertimbangan dan faktor dalam penentuan atau pengambilan keputusan akhir siapa yang dicalonkan. Bahkan bisa juga dipengaruhi negosiasi dan lobi antar elit dan petinggi partai di pusat.

Kebanyakan penentuan dan penetapan bakal calon gubernur dan wakil gubernur terjadi di “last meanit” atau saat injury time pendaftaran di KPU.

Terlepas dari proses penentuan calon gubernur dan wakil gubernur yang sangat dinamis sampai menjelang hari terakhir pendaftaran di KPU provinsi, ada baiknya kita sebagai masyarakat atau pemilih juga memperkuat diskursus tentang siapa yang tepat yang akan memimpin daerah. Wacana dan diskursus ini tentu didasarkan pada harapan masyarakat di daerah ini.

Masyarakat juga perlu lebih kritis melihat kemungkinan-kemungkinan pasangan calon yang akan bertanding nantinya.

Beberapa pola kombinasi yang mungkin menghasilkan perpaduan calon gubernur dan wakil gubernur Sumbar berdasarkan nama-nama yang saat ini mulai digadang-gadang melalui media massa dan media sosial dapat penulis kemukakan. Penulis dalam hal ini hanya berasumsi dan mencoba menganalisis berdasarkan pengamatan saja.

Kombinasi itu dapat jadi bahan diskursus publik tentu dengan berbagai dasar pengamatan dan penilaian yang berbeda-beda.

Bila kombinasi merujuk pada usia tua dan muda, maka kemungkinan pasangan bisa saja seperti berikut ini. Usia di atas 50 tahun antara lain; Mahyeldi (Petahana), Epiyardi Asda (Bupati Solok), Ganefri (Rektor UNP).Untuk bursa bakal calon yang usia 50 tahun atau di bawah 50-an di antaranya; Andre Rosiade (DPR-RI terpilih, Ketua Gerindra Sumbar), Marzul Veri (Tokoh HMI/KAHMI, mantan Ketua dan KNPI Sumbar), Fadly Amran (Walikota Padang Panjang), Sutan Riska (Bupati Dharmasraya).

Sesuai bahasan bagian pertama tulisan ini, selain kombinasi usia yang paling penting adalah kombinasi kekuatan kompetensi kepemimpinan masing-masing bakal calon atau calon nantinya.

Aspek lain yang juga perlu jadi pertimbangan untuk kombinasi calon adalah soal wilayah elektoral masing-masing calon nantinya. Termasuk juga basis organisasi massa dan partai. Misalnya calon yang berasal dari satu kabupaten atau basis massa yang sama sulit dipadukan.

Jadi didasarkan berbagai pertimbangan dapat penulis tawarkan uji coba simulasi pasangan dengan masih mengedepankan usia sebagai salah satu pertimbangan masyarakat. Kemungkinan kombinasi ini bisa dipadukan; misalnya Mahyeldi-Andre, Mahyeldi-Fadly atau Mahyeldi-Marzul, Mahyeldy-Sutan Riska. Di sisi lain bisa juga Epiyardi-Fadly, Epiyardi-Andre, atau kemungkinan Ganefri-Andre Ganefri-Marzul, Ganefri-Fadly.

Pada sisi lain pandangan tua dan muda dalam kepemimpinan modern bukanlah hal yang penting lagi. Bisa saja dalam proses negosiasi politik nantinya bisa jadi sebaliknya. Pengalaman.dalam.politik praktis hal-hal di luar proyeksi bisa jadi penentu terealisasinya pasangan calon terwujud atau tak terwujud.