Pilkada Sumbar 2020: PKS Lockdown

oleh -166 Dilihat
IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

Oleh : Isa Kurniawan

PEREBUTAN tiket Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk calon Gubernur Sumbar menarik untuk dicermati, yakni antara Riza Falepi (Walikota Payakumbuh) dengan Mahyeldi Ansharullah (Walikota Padang). Masing-masing menyatakan bahwa mereka sudah direkomendasikan oleh partai lain yang dibawa oleh bakal calon wakil mereka.

Riza Falepi mendapat rekomendasi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk berpasangan dengan Febby Dt Bangso, yang Ketua DPW PKB Sumbar. Sementara Mahyeldi Ansharullah berpasangan dengan Audy Joinaldy, pengusaha muda yang tiba-tiba saja muncul namanya dan direkomendasikan oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Perebutan tiket seperti ini sebenarnya janggal terjadi di tubuh PKS yang memiliki fatsun atau mekanisme tersendiri dalam menjaring calon kepala daerah. Dengan keadaan sekarang, tinggal menunggu keputusan DPP PKS siapa yang akan dicalonkan, Riza Falepi dengan Febby-nya (PKB), atau Mahyeldi dengan Audy-nya (PPP). Uniknya, Irwan Prayitno sebagai tokoh sentral PKS di Sumbar, ikut mendamping Riza saat menemui Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.

****

Politik itu dinamis, sampai saat penutupan pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumbar yang dibuka dari tanggal 16-18 Juni 2020 mendatang, semuanya masih bisa terjadi. Saling klaim saat ini antara Riza dan Mahyeldi dengan membawa rekomendasi dari para wakil yang akan berpasangan dengan mereka sah-sah saja. Tetapi yang menjadi catatan di sini, bisa saja nanti PKS lockdown, tidak dapat mendaftar ke KPU sama sekali.

Alkisah, di DPRD Sumbar saat pemilihan Alat Kelengkapan Dewan (AKD), PKS pernah mengalami lockdown, dimana tidak satu pun kader PKS terpilih menjadi pimpinan komisi dan badan. Di sini terlihat bahwa partai-partai lain di DPRD Sumbar sengaja “menyingkirkan” PKS. Hal yang sama bisa saja terjadi saat pencalonan gubernur dan wakil gubernur di Pilkada Sumbar 2020, dimana PKS tidak mendapatkan teman koalisi.

Dengan komposisi kursi di DPRD Sumbar saat ini, hanya Partai Gerindra yang bisa melenggang bisa mendaftarkan sendiri pasangan calon tanpa harus berkoalisi. Sementara partai lainnya, termasuk PKS harus mencari teman koalisi, baru bisa mendaftar ke KPU Sumbar. Berdasarkan aturan main, syarat minimal mengusung pasangan calon itu sebanyak 13 kursi —20% dari total kursi DPRD Sumbar yang 65 banyaknya. Partai Gerindra itu ada 14 kursi, sementara PKS 10 kursi, termasuk PAN 10 kursi, Partai Demokrat 10 kursi, Golkar 8 kursi, PPP 4 kursi, NasDem 3 kursi, PKB 3 kursi, dan terakhir PDIP 3 kursi.

Untuk pendaftaran ke KPU Sumbar itu nantinya, sesuai aturan main, masing-masing partai harus membawa Surat Keputusan (SK) dari pengurus pusat yang ditanda-tangani Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal yang mencantumkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang akan diusung. Jadi berupa SK, bukan surat rekomendasi. Dan kepengurusan pusat tersebut terdaftar secara sempurna di website KPU, termasuk pengurus provinsi yang membawa SK pusat.

Jadi jelas, seluruh muara persoalan Pilkada Sumbar 2020 itu nantinya ada di tingkat pusat masing-masing partai, dan suka atau tidak suka, konstelasi politik secara nasional di pusat akan ikut mewarnai. Di pusat saat ini ada partai pemerintah, PDIP, PKB, NasDem, PPP, Partai Golkar dan Partai Gerindra. Sementara partai non pemerintah (oposisi), ada PKS, PAN dan Partai Demokrat. Ketika partai-partai pemerintah bisa terkondisikan secara politik untuk berkoalisi, maka untuk koalisi lainnya yang tinggal hanya 3 partai, yakni PKS, PAN dan Partai Demokrat.

Ketika Partai Demokrat dengan bakal calon gubernur Mulyadi, anggota DPR RI dan Ketua Partai Demokrat Sumbar, bisa menarik PAN berkoalisi, maka tinggal lah PKS sendirian. Dengan cuma 10 kursi, tak cukup bagi PKS untuk mendaftar sendirian, sementara untuk teman yang diajak koalisi sudah lockdown. PKS tertinggal di terminal, sementara yang lainnya berangkat. Setelah itu, hanya ada tiga pilihan bagi PKS, pertama ikut ke salah satu koalisi menjadi pengusung / pendukung. Kedua, mendukung pasangan calon perseorangan Fakhrizal-Genius Umar (kalau ditetapkan sebagai calon oleh pleno KPU Sumbar), dan ketiga diam saja tidak kemana-mana sambil meratapi nasib.

****

Politik tingkat tinggi di pusat kekuasaan itu adalah sebuah keniscayaan ketika dikorelasikan dengan Pilkada Sumbar 2020. Ketika persoalan ini sampai ke lingkar istana, atau katakanlah ke Jokowi, maka partai-partai pemerintah yang ada di Sumbar bisa “dirapikan” dengan landai. Kekuatan lobi politik Febby (Ketua PKB Sumbar) atau Hariadi (Ketua PPP Sumbar), termasuk Audy (bakal calon wakil gubernur dari PPP), atau siapa pun itu, mohon maaf dengan tidak mengurangi rasa hormat, tidak ada artinya.

Ada dua alasan kuat kenapa PKS lockdown, pertama 10 tahun sudah PKS menguasai Sumbar dengan gubernurnya dari kader PKS, jadi ada keinginan partai-partai lain untuk meruntuhkan dominasi di eksekutif tersebut. Kedua, melihat perkembangan pembangunan Sumbar yang stagnan, maka ada keinginan ke depan Gubernur Sumbar itu yang mempunyai akses (atau lobi) yang kuat ke pusat kekuasaan. Jadi dana-dana pusat bisa lebih banyak dibawa ke Sumbar. Kalau tetap juga PKS yang memimpin Sumbar, maka diragukan aksesnya ke pusat (kekuasaan) bakal kuat.

Ketika PKS lockdown, maka pertarungan di Pilkada Sumbar 2020 itu berpotensi terjadi antara kader Partai Gerindra (Nasrul Abit) dan Partai Demokrat (Mulyadi), serta lainnya dari PAN maupun Golkar, kemudian dari perseorangan Fakhrizal-Genius Umar, untuk menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar periode 2021 – 2025. Jadi Partai Gerindra sebagai pemenang Pileg 2019 di Sumbar, yang saat ini masuk ke partai pemerintah, berkepentingan besar untuk memenangkan Pilkada Sumbar 2020. Dengan tidak ikutnya PKS, berarti jalan untuk menguasai Sumbar semakin terbuka, dan sempurna.

Kalau PKS lockdown, maka berpotensi 3 pasang yang berlaga di Pilkada Sumbar 2020 dengan koalisi Partai Demokrat-PAN satu, kedua Partai Gerindra, Golkar, PPP, PKB, Nasdem, PKB dan PDIP, serta ketiga pasangan calon perseorangan. Ataupun kalau 4 pasang, Partai Gerindra berdiri sendiri, sementara ada gerbong lain yang diinisiasi Partai Golkar dengan koalisi bersama PPP, NasDem, PKB dan PDIP.

Terakhir, cerita PKS lockdown ini bukan sesuatu hal yang rumit. Seperti tulisan di atas, di DPRD Sumbar sudah ada contohnya. Jadi ketika di Pilkada Sumbar 2020 PKS kembali lockdown itu sah-sah saja, dan peluangnya besar untuk dieksekusi oleh para pihak terkait. Itu lah yang namanya politik. Sekiranya ada yang merasa jumawa dengan elektabilitas maupun isitas, sebaiknya dibuang jauh-jauh dulu.

(Sumber /ForumSumbar.com)