Oleh : Sam Salam
Di antara hiruk-pikuk dunia yang dipenuhi klaim kebenaran, ada satu pelajaran yang jarang kita renungkan: apakah benar-benar perlu bertarung dengan kebodohan?
Mari kita lihat kisah sederhana ini. Dua murid, Murid A dan Murid B, bertengkar hampir satu jam soal hasil penjumlahan dasar: 2 + 2. Murid A bersikeras bahwa hasilnya adalah 4, sementara Murid B mati-matian mempertahankan bahwa hasilnya adalah 5. Pertengkaran yang seharusnya tak perlu ini memaksa guru mereka, Oemar Bakri, turun dari sepeda bututnya dan memberikan teguran. Namun, alih-alih menegur Murid B yang jelas-jelas keliru, Oemar Bakri justru memarahi Murid A.
Murid A pun protes. “Saya benar. Mengapa saya yang dimarahi?”
Oemar Bakri menjawab dengan kalimat tajam: “Saya tahu kamu benar karena kamu pintar, tetapi kamu tak pantas bertengkar dengan orang bodoh.”
Jawaban ini mengandung makna mendalam—bahwa mempertahankan kebenaran di hadapan kebodohan sering kali hanya membuang waktu dan tenaga. Tidak semua perdebatan menghasilkan pencerahan, dan tidak semua argumen mampu membuka mata orang yang memilih untuk tetap tertutup.
Kita hidup di era di mana banyak orang lebih memilih bertahan dalam kekeliruan daripada mengakui kesalahan. Dunia maya menjadi arena di mana fakta dilawan dengan opini, logika ditantang oleh emosi, dan bukti sering kali tenggelam dalam gelombang kebisingan. Lalu, apa yang sebenarnya kita perjuangkan ketika berdebat dengan orang yang menolak memahami?
Oemar Bakri mengajarkan kepada Murid A bahwa kebijaksanaan bukan sekadar mengetahui mana yang benar, tetapi juga memahami kapan harus berhenti berbicara. Terkadang, membiarkan kebodohan berjalan sendiri adalah keputusan terbaik, karena pada akhirnya, dunia tidak digerakkan oleh debat tak berkesudahan, tetapi oleh mereka yang menggunakan energi mereka untuk menciptakan perubahan nyata.
Jadi, sebelum kita menghabiskan waktu berdebat dengan mereka yang tetap bersikeras pada kekeliruan, tanyakan pada diri sendiri: apakah kita ingin memenangkan perdebatan, ataukah kita ingin benar-benar membuat perbedaan?