Padang – Suasana di halaman kantor DPRD Provinsi Sumatera Barat memanas dengan orasi mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (Kammi) Sumbar, Selasa pagi, 29 April 2025. Mereka menyuarakan kritik tajam terhadap 150 hari kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Namun, di tengah gelombang kritik itu, Wakil Ketua DPRD Sumbar, Nanda Satria, tampil sebagai sosok yang tenang dan terbuka. Ia turun langsung menemui para mahasiswa, mendengarkan aspirasi mereka dengan penuh perhatian.
Kritik Mahasiswa: Kebijakan yang Dinilai Tak Menyentuh Akar Masalah
Dalam orasinya, mahasiswa menyoroti sejumlah kebijakan pemerintah yang dianggap hanya menyentuh permukaan persoalan. Salah satunya adalah program makan bergizi gratis, yang menurut mereka tidak menyelesaikan isu struktural seperti kemiskinan dan akses pendidikan.
“Kebijakan makan bergizi gratis ini hanya tampak manis di permukaan. Tapi di balik itu, masalah utama seperti kemiskinan struktural dan akses pendidikan masih jauh dari kata selesai,” ujar Koordinator Aksi, suaranya menggema di tengah barisan massa.
Selain itu, mereka juga mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) guna mencabut Undang-undang TNI yang baru disahkan. Mereka menilai regulasi tersebut berpotensi melemahkan demokrasi dan supremasi sipil.
“UU TNI terbaru memberi ruang lebih besar bagi militer dalam urusan sipil. Ini bukan kemajuan, melainkan langkah mundur bagi demokrasi,” tambah salah satu orator.
Nanda Satria: Menjembatani Aspirasi dengan Bijak
Di tengah aksi yang berlangsung damai, Nanda Satria hadir sebagai figur yang menjembatani aspirasi mahasiswa dengan pemerintah. Dengan sikap tenang, ia menerima tuntutan yang disampaikan dan berjanji akan menyalurkannya sesuai mekanisme yang ada.
“Kami di DPRD akan menyampaikan aspirasi ini ke pemerintah pusat. Namun, perlu diketahui bahwa kewenangan terkait Undang-undang berada di DPR RI, bukan di tingkat DPRD provinsi,” jelas Nanda, menegaskan batasan kewenangan legislatif daerah.
Meski demikian, Nanda memastikan bahwa suara mahasiswa tidak akan berhenti di halaman DPRD. Ia berkomitmen untuk menjadi penghubung yang efektif antara masyarakat dan pemerintah pusat, agar aspirasi yang disampaikan mendapat perhatian yang layak.
“Saya memahami kekhawatiran kalian. Demokrasi adalah ruang untuk menyuarakan pendapat, dan tugas kami adalah memastikan suara itu sampai ke tempat yang tepat,” tambahnya, dengan nada yang menenangkan.
Aksi Damai, Cermin Kesadaran Demokrasi
Aksi yang dilakukan Kammi Sumbar ini berjalan tertib, dengan pengawalan dari aparat kepolisian. Para mahasiswa membubarkan diri secara damai setelah menyampaikan tuntutan mereka.
Bagi Nanda Satria, aksi ini bukan sekadar kritik, tetapi juga cermin dari kesadaran politik generasi muda yang terus berkembang. Ia berharap diskusi seperti ini dapat menjadi pemantik untuk kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat.
“Demokrasi adalah tentang mendengar dan berdialog. Saya mengapresiasi semangat mahasiswa yang terus mengawal kebijakan pemerintah dengan kritis,” tutup Nanda, sebelum kembali ke ruang kerjanya. (***)