Oleh: Lovely Fatma Annisa, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Andalas
Dalam satu dekade terakhir, budaya populer Korea atau Hallyu telah berkembang pesat di Indonesia. Fenomena yang dimulai pada awal 2010-an ini kini menjadi bagian dari gaya hidup generasi muda. K-pop, K-drama, serta gaya hidup ala Korea Selatan telah meresap ke berbagai lapisan masyarakat, mengubah lanskap budaya hiburan hingga preferensi konsumen di Indonesia.
Mulai dari restoran Korea yang bermunculan di kota-kota besar hingga kosmetik dan tren fesyen yang terinspirasi dari idol Korea, Hallyu bukan sekadar hiburan, tetapi juga menjadi penggerak ekonomi kreatif. Tidak hanya itu, makanan khas seperti ramyeon dan kimchi kini telah menjadi bagian dari selera kuliner masyarakat Indonesia.
Namun, lebih dari sekadar tren, Hallyu adalah contoh keberhasilan diplomasi budaya. Pemerintah Korea Selatan dengan cermat memanfaatkan popularitas K-pop dan K-drama sebagai alat untuk mempromosikan citra negara mereka. Hasilnya, citra Korea sebagai negara modern, inovatif, dan kreatif terpatri kuat di benak masyarakat dunia, termasuk Indonesia.

Tantangan Budaya Lokal
Meski demikian, derasnya arus Hallyu juga menghadirkan tantangan. Semakin tingginya minat generasi muda terhadap budaya Korea sering kali menyingkirkan perhatian terhadap seni tradisional Indonesia seperti gamelan, tari tradisional, dan wayang. Selain itu, standar kecantikan ala Korea yang sering mengedepankan kulit putih mulus telah memengaruhi persepsi sebagian masyarakat tentang kecantikan ideal, menggeser nilai-nilai lokal.
Selain tantangan budaya, hadirnya produk Korea yang membanjiri pasar Indonesia turut memicu ketergantungan pada barang impor. Hal ini menuntut langkah bijak untuk menjaga keseimbangan antara apresiasi terhadap budaya asing dan pelestarian budaya lokal.
Peluang Kolaborasi
Di tengah derasnya arus Hallyu, terdapat peluang besar bagi Indonesia untuk mengambil bagian dalam pertukaran budaya global. Kolaborasi lintas negara mulai bermunculan, seperti kerja sama musisi Indonesia Rich Brian dengan Chung Ha, atau adaptasi film Korea “Miracle in Cell No. 7” versi Indonesia. Kreator konten Indonesia juga kian kreatif memanfaatkan platform seperti TikTok dan YouTube untuk memperkenalkan budaya Nusantara, mulai dari tari tradisional hingga kuliner khas, dalam kemasan yang relevan dan modern.
Hallyu juga mengajarkan pentingnya menjadikan budaya sebagai bagian dari strategi diplomasi dan branding nasional. Indonesia dapat belajar dari Korea Selatan, menjadikan kekayaan budaya lokal sebagai daya tarik global. Dengan memodernisasi presentasi seni dan tradisi, serta mengintegrasikan teknologi, Indonesia dapat menciptakan “gelombang budaya” sendiri yang mampu bersaing di kancah internasional.
Kesinambungan Budaya di Era Modern
Hallyu bukan hanya sekadar fenomena tren budaya, melainkan sebuah pembelajaran penting tentang bagaimana budaya dapat menjadi kekuatan ekonomi sekaligus alat diplomasi. Indonesia memiliki peluang besar untuk mengikuti jejak ini dengan memberdayakan seni tradisional yang dikemas dalam bentuk modern tanpa meninggalkan nilai-nilai lokal.
Generasi muda harus didorong untuk tidak hanya menjadi penikmat budaya global, tetapi juga menjadi pemain aktif dalam mempromosikan budaya Nusantara di panggung dunia. Dengan pendekatan yang inovatif dan kolaboratif, Indonesia tidak hanya menjadi pasar bagi budaya asing, tetapi juga menciptakan tempatnya sendiri sebagai penggerak budaya global.
Hallyu adalah cerita tentang keberhasilan Korea Selatan, tetapi di saat yang sama, ia juga mengingatkan kita bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menciptakan kisah sukses budaya yang tidak kalah menarik. Dengan menjaga harmoni antara budaya lokal dan global, Indonesia dapat membangun masa depan budaya yang kuat, relevan, dan berdaya saing di kancah dunia.